Tumbuhnya taman bacaan masyarakat dan komunitas rumah baca membawa harapan bahwa tingkat literasi bangsa Indonesia cukup membanggakan. Tapi pertumbuhan secara kuantitas, tak selalu sejalan dengan tumbuhnya kualitas minat baca masyarakat, apalagi daya baca. Merujuk pada hasil survei United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada 2011, indeks tingkat membaca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen. Artinya, hanya ada satu orang dari 1000 penduduk yang masih ‘mau’ membaca buku secara serius (tinggi). Kondisi ini menempatkan Indonesia pada posisi 124 dari 187 negara dalam penilaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) – Republika, 26 Mei 2015.
Di mana letak pangkal persoalannya?
Anies Basweden, dalam sambutan inspirasionalnya pada acara GRCC2016 (Gramedia Reading Community Competition 2016) di Perpustakaan Nasional, pada 27 Agustus 2016, menegaskan perlunya daya baca. Daya baca lebih penting daripada minat baca, karena di sana dibutuhkan karakter yang kuat oleh sebuah bangsa tentang pentingnya membaca buku. Daya beli buku secara ekonomi tak selalu sebangun dengan daya baca. Daftar belanja buku bisa menjadi urutan kesekian, manakala daya baca tak hadir di sana, meskipun daya belinya ada.
Anies menawarkan formula 4C untuk gerakan literasi, yaitu: Critical thinking, Creativity, Collaboration, dan Communication. Daya kritis masyarakat diperlukan untuk menyaring dan memilah berbagai informasi yang datang. Kreativitas akan muncul dengan sendirinya dari kebiasaan membaca. Dari sana akan muncul berbagai inspirasi yang berasal dari berbagai bahan bacaan. Kedua karakter di atas, yakni daya kritis dan kreativitas masih memerlukan kerjasama, alias budaya gotong-royong, dan komunikasi.
Melalui sambutan inspiratifnya, Anies mengajak seluruh pegiat literasi untuk menggelorakan daya baca masyarakat melalui berbagai media komunikasi, misalnya dengan selalu memposting sesuatu yang tekait dengan buku. Karena sebuah gerakan akan berhasil apabila menular ke orang lain, dan orang lain dengan senang hati menularkanya kepada yang lain lagi. Sebuah gerakan, atau movement, akan go viral dengan cepat. Itulah bedanya gerakan dengan program. Karena program hanya akan menjadikan orang lain penonton, sementara gerakan melibatakan semua orang.
Terakhir, Anies mengingatkan pentingnya imajinasi. Dan buku menyediakan ruang yang tak terbatas untuk manusia berimajinasi.
Kegiatan GRCC2016 ini melibatkan 815 komunitas di seluruh Indonesia. Dari sana, kemudian terjaring 120 finalis pertama, yang kemudian disaring kembali menjadi 50 nominasi, dan dipillih juara 1,2,3, untuk setiap regional. Acara GRCC2016 hari ini, 27 Agustus 20916, merupakan pemilihan juara regional DKI Jakarta, Jawa barat, Banten dan Lampung. Menghasilan juara pertama sekaligus juara favorit, Komunitas Rumah Baca Ngejah, Garut. Disusul Komunitas Rumah Baca Matair, Tangerang sebagai Juara Kedua, dan Komunitas Rumah Baca Ceria, Jatibening sebagai juara ketiga.
Selamat untuk seluruh pemenang dan penggerak literasi. Rumah Baca ikut merasa bangga, meskipun hanya bisa masuk pada 120 besar finalis pada putaran pertama untuk seluruh Indonesia.